tag:blogger.com,1999:blog-51135815186749827872023-11-15T05:18:49.635-08:00Insight kecelakaan pesawat Sukhoi Super Jet 100 di Indonesia, 9 Mei 2012Hendrahttp://www.blogger.com/profile/02358998409577763403noreply@blogger.comBlogger2125tag:blogger.com,1999:blog-5113581518674982787.post-45557769950093384192012-05-18T10:11:00.000-07:002012-05-18T10:11:38.729-07:00Liburan Cuti Bersama dan Sistem Transportasi di Indonesia<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: Tahoma, sans-serif;">Di Indonesia, tempat segudang
perbedaan berada, memiliki sejumlah hari libur nasional yang oleh pemerintah
kadangkala ditetapkan menjadi hari libur cuti bersama, yaitu hari libur
nasional yang satu hari itu menjadi lebih panjang 2-4 hari, biasanya jika hari
libur nasional tersebut mendekati weekday (hari Sabtu/Minggu). Nah, kebijakan
pemerintah ini menjadi kebijakan yang sangat dicintai oleh seluruh keluarga di
Indonesia karena dengan hari libur nasional/hari libur cuti bersama dapat
mereka jadikan ajang untuk berlibur bersama dengan anggota keluarga. Beragam
rencana liburan, jauh maupun dekat, sudah ada dalam rencana. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: Tahoma, sans-serif;">Indah? Tentu saja, tapi itu dalam
rencana. Pada kenyataannya, ketika sebuah keluarga sudah “turun ke jalan”
dengan mobilnya, yang didapati adalah kemacetan, keruwetan lalu lintas. Waktu
perjalanan menjadi lebih panjang 2-3 jam. Ambil contoh jalur ke Bogor, yang biasanya menjadi rujukan
warga Jakarta untuk berlibur, menjadi padat oleh mobil dan bus yang mengular.
Bagaimana dengan daerah yang lain? Sama saja.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: Tahoma, sans-serif;">Sedikit bercerita pengalaman pribadi
pada hari libur Kenaikan Isa Al-Masih yang jatuh pada tanggal 17 Mei 2012, yang
di-<i>expand</i> menjadi hari cuti bersama
sampai dengan Minggu 20 Mei 2012, saya, saudara-saudara, orang tua, dan
keponakan saya Yusuf yang berusia 6 tahun memanfaatkannya untuk sekadar mencari
tempat “<i>nongkrong</i>”, yaitu tempat
makan dan biasanya terdapat arena <i>outbound</i>,
permainan anak, maupun kebun binatang mini. Tempat yang kami tuju adalah
“Banaran”.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: Tahoma, sans-serif;">Perjalanan sampai dengan masuk pintu
tol Ungaran sejauh itu baik-baik saja, namun di pintu keluar tol, terjadi
antrean panjang kendaraan. Ya maklum, pintu keluar tol Ungaran adalah “jalan
kampung”, tidak lebar, karena sifatnya hanya sementara menunggu sesi
selanjutnya jalan tol Ungaran-Solo dibangun. Mobil-mobil mengular di “jalanan
kampung” Ungaran untuk sekadar “muncul” ke jalan raya. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: Tahoma, sans-serif;">Bagi warga Semarang, rute menuju Yogyakarta
dan Solo adalah rute favorit liburan, sehingga lazimnya ketika <i>weekend </i>kemacetan sering terjadi. Jangan
tanya bagaimana kalau mudik, kawan saya pernah melakukan perjalanan mudik dari
Semarang ke Yogyakarta atau sebaliknya ketika pulang mudik (arus balik) yang
biasanya dapat ditempuh dalam 3 jam menggelembung menjadi 10 jam. Sungguh
sangat membuat stress.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: Tahoma, sans-serif;">Baik, lalu apa? Apa kita hanya bisa
mengeluh, menggerutu berulang-ulang tanpa ada solusi? Apakah sebenarnya solusi
untuk mengatasi macet itu ada? Jawabannya, tidak ada. Solusi mengurangi macet
(baik secara signifikan maupun tidak) tentu ada, tapi menghilangkan sama
sekali, tidak ada. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: Tahoma, sans-serif;">Taruhlan contoh di negeri-negeri
Eropa di mana system transportasi massal sudah sedemikian teratur, canggih, dan
efisien saja kemacetan masih dapat kita temui di jalanan. Apalagi, di negeri
kita yang belum baik, kalau tidak mau dikatakan tidak. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: Tahoma, sans-serif;">Menurut pendapat saya, system
transportasi missal di Indonesia tidak akan sedemikian <i>semrawut</i> nya jika, pemerintahan Soekarno tetap mempertahankan Trem.
Dihapuskannya trem membuat saya tidak habis pikir, kenapa Soekarno menghapus
alat transportasi trem dan menguburnya dengan aspal. Alasannya? Hanya untuk
menghapus jejak-jejak peninggalan kolonialisme Belanda. Hanya itu alasannya? Ya,
hanya itu. Anda tidak habis pikir kan bahwa alasannya sesepele itu. Menurut
saya tidak semua budaya, peninggalan, adat, kebiasaan yang dibawa oleh colonial
Belanda adalah buruk. Banyak kok yang baik, contohnya saja hukum kita berkiblat
atau menggunakan peninggalan Belanda.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: Tahoma, sans-serif;">Baik, kembali ke soal trem tadi. Saya
pernah membaca, entah benar atau tidak namun masuk akal, bahwa kebijakan penghapusan alat transportasi massal
yang bernama trem adalah karena bantuan atau dana hibah dari pemerintahan
Jepang untuk Indonesia. Bantuan itu digunakan untuk menutup jalur rel dengan
aspal dengan tujuan supaya Yamaha, Honda, Suzuki bisa berjalan di atasnya. Seperti
kita ketahui, penduduk kita adalah besar jumlahnya dan merupakan tujuan ekspor
negara lain. Apalagi, pemerintahan waktu itu, orde lama, lebih-lebih orde baru,
sangat <i>welcome</i> terhadap bantuan pihak
asing, entah itu utang, lebih-lebih dana hibah. Sekadar informasi bagi pembaca,
seingat saya pemberi bantuan Indonesia (entah itu utang atau hibah) antara lain
Pemerintahan Jepang, CGI (consultative Group of Indonesia, yang sekarang telah
dibubarkan), <i>World Bank, Islamic
Development Bank, </i>dan <i>IMF (International
Monetary Forum, </i>ketika Indonesia dilanda Krisis Asia tahun 1998<i>). </i>Beberapa bantuan, memiliki tendensi
untuk melakukan control terhadap beberapa kebijakan, sehingga didiktelah kita
karena bantuan itu. Kembali ke awal, saya pikir kebijakan penghapusan trem
adalah gerakan mundur tiga langkah. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: Tahoma, sans-serif;">Akhir kata, masalah transportasi kita
akui memang rumit, namun tidak akan sebegitu rumit kalau pemerintah kita
konsisten menyediakan layanan transportasi missal seperti trem, subway, MRT,
kereta api, yang terpadu, efisien dan bersifat “<i>move people, not the car</i>” alias bersifat massal. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .5in;">
<span style="font-family: Tahoma, sans-serif;">Lain waktu kita sambung lagi dengan
topik yang saya belum tahu, tapi Insya Allah akan lebih menarik. Ciao!<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>Hendrahttp://www.blogger.com/profile/02358998409577763403noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5113581518674982787.post-28309493439859811352012-05-10T08:18:00.001-07:002012-05-10T08:18:47.173-07:00Insight of Sukhoi Super Jet 100 crash in Indonesia<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .5in;">
Jika ada yang
bertanya apa kabar Indonesia dua hari terakhir, jawabannya adalah dipenuhi oleh
berita kecelakaan pesawat Sukhoi Super Jet 100 yang sedang melakukan <i>joy
flight</i>, namun kontak radar menghilang di Gunung Salak, Bogor dan bangkai
pesawat ditemukan satu hari kemudian. Penumpangnya? Tim SAR belum dapat
menerobos ke lokasi tebing gunung salak. Yah, tentu kita berharap agar para
korban dapat segera ditemukan, baik dalam keadaan hidup maupun tidak.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .5in;">
Kejadian
kecelakaan pesawat bukanlah hal yang baru terjadi di Indonesia. Namun,
peristiwa ini menjadi menarik karena pesawat Sukhoi SJ100 terbang di Indonesia
dalam rangka joyflight, atau test drive bagi maskapai penerbangan (airlines) calon
pembeli, yang mana tentu saja terbang dalam keadaan sangat prima dengan kru
kabin yang terbaik. Berarti kesimpulan sementara, yang tentu saja tanpa
bermaksud mendahului proses investigasi, kecelakaan ini bukan karena faktor
teknis mesin pesawat atau bukan juga karena faktor kesalahan manusia (<i>human error</i>). Lalu, karena apa? Jawabannya,
yah tentu saja kita masih perlu menunggu hasil investigasi KNKT (Komisi
Nasional Kecelakaan Transportasi). Yang paling mungkin, kecelakaan terjadi
karena faktor cuaca. Kemudian kalau kita mencoba bersikap kritis lagi, apa
pihak bandara tidak mampu meramalkan keadaan cuaca sebelum pesawat melakukan <i>take-off?</i> Atau setidaknya memberi peringatan
dini untuk tidak terbang pada daerah tertentu atau ketinggian tertentu? Kenapa cuaca,
kehendak alam masih menjadi “kambing hitam” atas terjadinya kecelakaan pesawat?</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .5in;">
Kata ayah saya,
di sekitar lokasi kejadian Gunung Salak, Bogor atau di sekotar daerah Sukabumi,
pernah juga terjadi kecelakaan yang waktu itu memakan korban jiwa putra seorang
Gubernur Jawa Tengah Suwardi yang akan lulus sekolah pilot, sekitar tahun 90-an.
Ini sekadar <i>intermezzo.<o:p></o:p></i></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .5in;">
Kembali ke topic
kita, peristiwa ini menjadi sedemikian di-<i>blow
up</i> karena juga menyangkut kepentingan Rusia. Dari hasil interview dengan
pihak Rusia, ada semacam kekuatiran tersendiri yang melanda mereka atas masa
depan pesawat Sukhoi SJ100. Ini wajar, sebagai penjual mereka kuatir calon
pembeli akan menilai produk pesawat mereka tidak bagus, belum apa-apa sudah
kecelakaan, dsb. Itu kesan pertama yang saya tangkap, bahwa mereka lebih kuatir
akan persepsi buruk masyarakat atas Sukhoi Super Jet 100, daripada bersimpati
terhadap para korban. Namun, kemudian pendapat saya tersebut meluntur, ternyata
kemudian pihak Rusia mengirim KNKT Rusia, selain para jurnalisnya, sebagai
bentuk tanggung jawab dan rasa persaudaraan terhadap pemerintah RI, yang mana
sebagian besar warganya menjadi korban.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .5in;">
Akhir kata, kita
berharap, semoga para korban cepat ditemukan oleh tim SAR, itu saja dulu. Sembari
kita tetap berdoa pada Yang Maha Mendengar. Sekian dulu tulisan saya, kita
lanjut besok-besok.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .5in;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: .5in;">
<br /></div>Hendrahttp://www.blogger.com/profile/02358998409577763403noreply@blogger.com0