Jika ada yang
bertanya apa kabar Indonesia dua hari terakhir, jawabannya adalah dipenuhi oleh
berita kecelakaan pesawat Sukhoi Super Jet 100 yang sedang melakukan joy
flight, namun kontak radar menghilang di Gunung Salak, Bogor dan bangkai
pesawat ditemukan satu hari kemudian. Penumpangnya? Tim SAR belum dapat
menerobos ke lokasi tebing gunung salak. Yah, tentu kita berharap agar para
korban dapat segera ditemukan, baik dalam keadaan hidup maupun tidak.
Kejadian
kecelakaan pesawat bukanlah hal yang baru terjadi di Indonesia. Namun,
peristiwa ini menjadi menarik karena pesawat Sukhoi SJ100 terbang di Indonesia
dalam rangka joyflight, atau test drive bagi maskapai penerbangan (airlines) calon
pembeli, yang mana tentu saja terbang dalam keadaan sangat prima dengan kru
kabin yang terbaik. Berarti kesimpulan sementara, yang tentu saja tanpa
bermaksud mendahului proses investigasi, kecelakaan ini bukan karena faktor
teknis mesin pesawat atau bukan juga karena faktor kesalahan manusia (human error). Lalu, karena apa? Jawabannya,
yah tentu saja kita masih perlu menunggu hasil investigasi KNKT (Komisi
Nasional Kecelakaan Transportasi). Yang paling mungkin, kecelakaan terjadi
karena faktor cuaca. Kemudian kalau kita mencoba bersikap kritis lagi, apa
pihak bandara tidak mampu meramalkan keadaan cuaca sebelum pesawat melakukan take-off? Atau setidaknya memberi peringatan
dini untuk tidak terbang pada daerah tertentu atau ketinggian tertentu? Kenapa cuaca,
kehendak alam masih menjadi “kambing hitam” atas terjadinya kecelakaan pesawat?
Kata ayah saya,
di sekitar lokasi kejadian Gunung Salak, Bogor atau di sekotar daerah Sukabumi,
pernah juga terjadi kecelakaan yang waktu itu memakan korban jiwa putra seorang
Gubernur Jawa Tengah Suwardi yang akan lulus sekolah pilot, sekitar tahun 90-an.
Ini sekadar intermezzo.
Kembali ke topic
kita, peristiwa ini menjadi sedemikian di-blow
up karena juga menyangkut kepentingan Rusia. Dari hasil interview dengan
pihak Rusia, ada semacam kekuatiran tersendiri yang melanda mereka atas masa
depan pesawat Sukhoi SJ100. Ini wajar, sebagai penjual mereka kuatir calon
pembeli akan menilai produk pesawat mereka tidak bagus, belum apa-apa sudah
kecelakaan, dsb. Itu kesan pertama yang saya tangkap, bahwa mereka lebih kuatir
akan persepsi buruk masyarakat atas Sukhoi Super Jet 100, daripada bersimpati
terhadap para korban. Namun, kemudian pendapat saya tersebut meluntur, ternyata
kemudian pihak Rusia mengirim KNKT Rusia, selain para jurnalisnya, sebagai
bentuk tanggung jawab dan rasa persaudaraan terhadap pemerintah RI, yang mana
sebagian besar warganya menjadi korban.
Akhir kata, kita
berharap, semoga para korban cepat ditemukan oleh tim SAR, itu saja dulu. Sembari
kita tetap berdoa pada Yang Maha Mendengar. Sekian dulu tulisan saya, kita
lanjut besok-besok.
No comments:
Post a Comment